Sunday, August 25, 2013

Kepiting Saus Padang dari Troelstraweg

Hari Sabtu (minggu) yang lalu Jeng-jeng Troelstraweg tidak mampu menahan diri untuk tidak membeli capit-capit kepiting yang sedang berenang di kolam es milik, sebut saja, Penjual Ikan di Centrum.
Maka, diputuskan menu makan malam Jumat kemarin adalah KEPITING SAUS PADANG.

Meskipun sempat menggalau beberapa kali karena banyak resep Kepiting Saus Padang yang bertebaran di internet; akhirnya saya mengikuti saran Jeng Nyonya untuk mencoba resep yang ini walaupun dengan sedikit modifikasi.

Kisah memasak Kepiting Saus Padang di Dapoer Troelstraweg dimulai dengan mencuci capit-capit kepiting dan merebusnya sampai capit-capit yang berwarna hitam kelam sekelam langit Wageningen di musim dingin berubah menjadi merah jingga bagai langit Kuta Bali pada waktu senja tiba.


Sambil menunggu capit-capit kepiting direbus, ada baiknya menyiapkan bumbu-bumbu yang diperlukan. Yuk mareee....!!

Berdasarkan resep yang kami tiru, mereka menggunakan daun salam (walaupun pada foto di atas ada daun salam, tapi kami tidak menggunakannya); karena ingin rasa yang sedikit berbeda maka daun salam diganti dengan serai. Kemudian, merujuk resep Soto Ayam dari Jeng Nyonyah yang bahan-bahan bumbu halusnya ditumis terlebih dahulu sehingga aduhai menggoyang lidah bagai irama dangdut melayu, maka saya memutuskan secara sepihak untuk menumis bahan bumbu halusnya terlebih dahulu sebelum diuleg di medan cobek. 

Setelah acara tumis menumis serai, daun jeruk, irisan bawang bombay, dan bahan halus dimulai maka segera ditambahkanlah saus tomat (Heinz), saus sambal (ABC), saus tiram (Maekrua; kalo tidak salah baca), telur, gula (Wester Riet Suiker), garam dan merica. Tidak lupa pula kami tambahkan air rebusan kepiting dan sang aktor utama dalam olahan masakan kali ini: capit kepiting nan merah menggoda. Beberapa menit setelah irisan daun bawang ditaburkan, Kepiting Saus Padang siap dihidangkan. Voila!


Tak lupa, Jeng Rini memasak pendamping sebelah kiri (karena pendamping sebelah kanan adalah nasi) yakni sayur sawi (berdasarkan resep dari Sajian Sedap) supaya Jeng-jeng yang seksi-seksi ini teteup sehat dan bugar. [terdengar sorakan dari kejauhan, "Amiiiin!"]


Ternyata proses menyantapnya lebih seru dari pada proses memasaknya. Karena kulit kepiting yang keras dan gigi Jeng-jeng yang sudah tidak kuat untuk meremukkannya maka dimanfaatkanlah catut peremuk kulit kacang (kenari, almond, bukan kacang kulit ya) untuk membukanya. Terjadi beberapa kejadian luar biasa yang membuat Jeng-jeng di sekitar meja makan selalu merem dan menjauhkan muka bila ada yang berusaha meremukkan capit-capit dengan sekuat tenaga. [Oh, maafkanlah kami Jeng Mince bila kami menodai taplak meja kesayanganmu] Makan malam bisa menjadi arena olah raga pula. Hha!

Setelah makan dan kembali bugar, saking bugarnya, kami melanjutkan malam dengan kembali ke Centrum untuk berbelanja, namun kemudian Jeng Nyonyah memisahkan diri untuk menonton Mas Johny Depp dalam film terbarunya The Lone Ranger, sedangkan saya dan Jeng Rini memutuskan untuk ber-Cicuto. Perjalanan malam itu harus diakhiri dengan melaju kembali ke Troelstraweg karena perut saya rupanya masih belum bisa bersahabat dengan tingkat kepedasan ala Kampuang Nan Jauh di Mato itu.


Sebuah pemikiran yang nakal dan ngasal
Kalau dalam masakan ini digunakan cabai dari Spanyol, saus dari tomat Belanda, saus sambal dari Jakarta, kepiting dari lautan antah berantah, dimasak di dapoer Troelstraweg oleh Jeng-jeng dari Indonesia. Maka, bisakah kita sebut masakan ini Kepiting Saus Eurasia atau Euronesia? 


Buah cermai di kandang bebek,
salam damai dari Troelstraweg
-st-